Minggu, 22 Februari 2015

Bercinta di dunia hiper realita

Nonton realita di dunia hiper realita itu rasanya seperti iya tapi sebetulnya tidak, walaupun sebetulnya ya begitu, atau yang sebagiannya dibegitu-begituin biar begitu itu. 
Interaksi saya dengan dunia akhir-akhir ini  terbatasi oleh ruang dan tempat yang asing, maka tak ayal lagi dunia internet dan isinyalah yang paling sering saya sambangi. Menonton postingan demi postingan yang lalu maupun yang terbaru dari berbagai jejaring sosial ataupun dari portal berita yang berseliweran, bahkan skedar blog tidak ternama namun saya kenali karena pertemanan. 
Saya pun tak kalah ikut berinteraksi, memposting apapun yang bisa membuat saya eksis, termasuk ya tulisan ini. Membangun dunia hiper realita sendiri, merespon hiper realita orang lain ups salah, akun lain maksudku. 
Pengakuan dan pujian yang didokumentasikan dan disebarkan atau tersebarkan selanjutnya itu menjadi komoditas para akun, teman-teman dan seluruh warga netizen yang mengapresiasinya baik dalam bentuk "share", "like" atau komentar, atau bahkan sekedar kunjungan pasif. 
Respon saya yang terbatas pada tulisan ini ingin mencoba memfasilitasi emosi saya dalam menindaklanjuti aktifitas berinternet saya, aktifitas di dunia hiper realita inih.
Bersambung, ketika anak saya keburu bangun di dunia realita yang bukan hiper realitas ini, dan berhenti begitu saja si dunia hiper ini berubah menjadi super realitas. Melihat realita diri dalam sosok lain, terekam pula di dunia hiper realitas, cermin saling bercermin, sumber refleksi terbias refleksi-refleksi mati.

Tidak ada komentar: