Selasa, 06 Oktober 2015

Masalah itu tidak salah

Memecahkan masalah dengan keras
Menciptakan masalah yang berkeping-keping
Di daur ulang menjadi calon masalah yang baru
Tidak ada masalah yang bermasalah dengan masalah lain
Hanyalah bermasalah saat masalah dicoba untuk dipecahkan

Minggu, 19 Juli 2015

Lebaranianku

Atrian kesadaran mengular menuju kenyataan
Setelah berlomba menerjang kembali masa lalu
Menyalami orang tua dan handai taulan demi keberkahan
Melewati bulan dengan lapar dan dahaga akan nafsu yang terkekang
Membludak meluap menghempaskan  makna nan pelupa
Begitulah setiap tahunnya, sembelit oleh keserakahan mata

Rabu, 01 Juli 2015

Sehari kemudian yang cuman satu detik

Ketika cermin sedang bercermin
Apa yang terpantulkan?
Adakah yang terpantul?
Saling menatap kosong
Mencari apa yang tertukar

Lihatlah terang 

Jerit lampau sunyi

Melepas hari ditengah malam
Memecah awal menutup akhir
Mata sayu menahan kantuk
Cinta tergolek tak berdaya
Tuan penipu tak berkemaluan
Detak detik bergemeretak parau

Hei pelamun! 

Tiada pikiran tanpa angan
Tiada angan tanpa berpikir
Semuanya tiada dalam lamunan
Mati menjadi bangkai kecerdasan
Anjing melolong bolongi gelap
Terjungkal ide memantul mencela

Bangsat! 
Brengsek! 
Tengik pula!

Kucium bibir tebing keangkuhan
Kuterkutuk kata-kataku 
kutertunduk membusuk
Berlumur sesal
Aku nista

Rabu, 24 Juni 2015

Jiwa yang Fana

Mata melihat
Hati bertanya
Prasangka berprasangka

Aku ternyata palsu
Dia ternyata semu

Rupanya ternoda
Jiwa yang fana

Dinamika dalam Berdaring

Kupajang kesenangan
Kupajang kasih sayang
Lantas kusebar bertaut-tautan
Akankah menarik sang perhatian

Berdebar-debar menantinya
Kututup sebentar jendelanya
Kubuka sebentar kemudian 
Akankah sang reaksi bertindakan

Bermurah hati nan aktif memberi
Sekedar senyum atau komentar

Selasa, 02 Juni 2015

Kenyataan hari ini

Memandang layar
Menyentuhnya
Menggulirkan jempol
Keatas dan kebawah
Kadang kekiri dan kekanan

Kadang hanya iseng saja
Kadang emang ada yang penting
Kadang liat-liat ajah
Kadang bego sendiri
Menatap layar bercahaya

Aku lupa bercinta!

Minggu, 03 Mei 2015

Bulan sore itu

Kemarin aku bertemu bulan sore hari
Menggantung dekat horison
Menatap mesra jalan yang menanjak

Hatiku berbunga-bunga bermekaran
Seperti saat melihat matahari pagi ini

Syukur kuhaturkan pada Penguasa
Memberkati bulan terbit kala terang 
Bertemu dua mataku yang menyayu

Magrib di hari minggu yang syahdu

Jumat, 01 Mei 2015

Bayang-bayang yang berwarna

Ingin terlihat seperti bahagia
Ingin terlihat seperti hebat
Ingin terlihat seperti, duaperti, tigaperti

Memanipulasi keaslian menjadi aslinya itu seperti membuat bayangan yang hitam itu menjadi berwarna. Sayangnya warnanya tidak bisa menempel lekat pada bayangan, hanya menempel pada media yang ditempeli bayangannya itu, alhasil warna-warni saling menimpa menghasilkan bayangan yang nampak berwarna namun dalam warna yang terbaur filter warna hitam. Merah yang menjadi marun, kuning yang menjadi coklat, dan seterusnya.
Aku juga ingin memiliki bayangan yang berwarna, bahkan warnanya bisa diatur sesuai selera. 
Walaupun aku tahu, jika bayanganku berwarna, maka orang akan lebih tertarik melihat bayanganku dibanding akunya sendiri. 
Walaupun aku tahu aku harus bekerja lebih dari orang pada umumnya jika ingin membuat bayangan yang berwarna, dan mungkin melelahkan.
Setiap hari aku melihat bayangan-bayangan berwarna-warni itu di internet, meriah dan selalu baru juga kadang bikin malu.

Sabtu, 25 April 2015

Petualangan

Petualangan yang bercengkrama dengan makna melewati banyak pikiran dan tikungan berkesinambungan. Di sudut asa petualang beristirahat menatap jalan yang nampak panjang membentang. Tarik nafas dalam-dalam, kemudian bangkit dari kenyamanan dan kembali berjalan menerawang, menjelajahi bukit khayalan, mengarungi lautan ide, menerjang badai pasir gurun yang gundah. Kembali otak berputar, mencari jejak pendahulu. Badan yang ringkih mulai tidak tahan menahan beban, menggotongi cita-cita yang masih tertunda. Malam berulang lebih gelap, terang menyerang kesiangan menyilaukan. Sepi berkecamuk memandang asing pada waktu. Riuh rendah suara ramai bergejolak meninggalkan gema. Petualang hilang tersesat dalam ingatan, hidup melahirkan ingatan baru, menambah kerumitan. Satu pikiran berakar kuadrat menganak sungai, mengaliri jenuh berkepanjangan. Sabar dipupuk oleh setumpuk keyakinan, bahwa hidup berpetualang memiliki tujuan, bertemu sang pencipta.

Kamis, 19 Maret 2015

Bahagia kedua

Menjadi lebih baik lagi
Dari hari ini

Bertumbuh menaungi
Menemani membesarkan

Bekerja sungguh-sungguh
Menemukan keabadian

Hidup semakin terang
Menuju cahaya langit

Terimakasih bersyukur
Bersujud tersungkur

Selasa, 17 Maret 2015

Aku itu tuh

Aku ingin berbeda 
Supaya bisa seperti orang lain

Aku bukan kerumunan 
Aku individu dalam kerumunan

Identitasku itu unik
Profil foto akunku asik sendiri

Aku selalu dijempoli
Karena aku berbeda dan menarik

Itulah aku 
Yang mengaku-aku


Senin, 16 Maret 2015

Sensitifisasional

Terluka oleh canda
Tersinggung sunggingan

Iya, hanya bercanda
Bersenda gurau dan tertawa

Terngiang-ngiang girang
Berdengung mengganggu

Lupakan atau luapkan
Bebaskan prasangka

Biarlah sakit meraung, rasakan!
Karena setiap rasa itu berbeda

Katanya cinta : "Singgungan hati dapat menghaluskan rasa, menebalkan cinta, dan mematikan prasangka."





Jumat, 06 Maret 2015

Tak berada

Ada dalam keberadaan
Hadir terbaur luluh menghilang
Mengacung ingin berada
Berteriak ingin ditengok

Ada dalam kesadaran
Masih bernyawa dan bergurau
Berusaha mengada-ada diri
Meloncati mimpi yang mati

Ada dalam ketiadaan
Mengetahui dan pasti
Bertemu dengan akhir
Menjadi Tak berada
 

Senin, 23 Februari 2015

Untuk mimpi yang tertunda

Setiap cerita; bermata kata, bermulut tinta, bercanda tawa dengan realita, bertemankan derita, dan mati dalam makna.
Sepotong kue yang teronggok di akhir sebuah pesta, terlupakan kemeriahan, ditinggalkan kekenyangan. 
Berlimpah dosa menghambur dengan sadar dan sesal, mendewasakan keangkuhan. 
Cita-cita yang berkilauan menyirnakan jalan berkelok, menjerumuskan asa, terjerembab melebamkan lembabnya hati.
Diam bergelut menikam malam, terungkap hening membunting terpedaya gelap. 
Bulan terpelanting membumbung menegak awan, menatap tumpul kedalaman jiwa berpalung. 
Tertangguhlah waktu yang berkemaluan, menolak berdebat dan berkelit sengit merajam pertanyaan. 
Oh kelam yang tak berkesudahan, pergilah temui sinar, tinggalah berseri dengan hakiki.
Berkubang kehidupan teracak-acak, bersabar menggunungkan isak berdesakan meletup-letup.

Minggu, 22 Februari 2015

Bercinta di dunia hiper realita

Nonton realita di dunia hiper realita itu rasanya seperti iya tapi sebetulnya tidak, walaupun sebetulnya ya begitu, atau yang sebagiannya dibegitu-begituin biar begitu itu. 
Interaksi saya dengan dunia akhir-akhir ini  terbatasi oleh ruang dan tempat yang asing, maka tak ayal lagi dunia internet dan isinyalah yang paling sering saya sambangi. Menonton postingan demi postingan yang lalu maupun yang terbaru dari berbagai jejaring sosial ataupun dari portal berita yang berseliweran, bahkan skedar blog tidak ternama namun saya kenali karena pertemanan. 
Saya pun tak kalah ikut berinteraksi, memposting apapun yang bisa membuat saya eksis, termasuk ya tulisan ini. Membangun dunia hiper realita sendiri, merespon hiper realita orang lain ups salah, akun lain maksudku. 
Pengakuan dan pujian yang didokumentasikan dan disebarkan atau tersebarkan selanjutnya itu menjadi komoditas para akun, teman-teman dan seluruh warga netizen yang mengapresiasinya baik dalam bentuk "share", "like" atau komentar, atau bahkan sekedar kunjungan pasif. 
Respon saya yang terbatas pada tulisan ini ingin mencoba memfasilitasi emosi saya dalam menindaklanjuti aktifitas berinternet saya, aktifitas di dunia hiper realita inih.
Bersambung, ketika anak saya keburu bangun di dunia realita yang bukan hiper realitas ini, dan berhenti begitu saja si dunia hiper ini berubah menjadi super realitas. Melihat realita diri dalam sosok lain, terekam pula di dunia hiper realitas, cermin saling bercermin, sumber refleksi terbias refleksi-refleksi mati.

Minggu, 15 Februari 2015

lu pa

apa yang dijaga, apa yang dipelihara
sebuah harga ada karena apa?

sedalam-dalamnya luka
hanya berarti jika sakit

luka yang tidak terasa
sepertinya kebal padahal bebal

dampak berbuah banyak
busuk sebelum matang

apa yang dijaga apa yang dipelihara
memilih tidak berartikah?

pertimbangan terbebani budi
keputusan tertanam bukti

sang sabar terpapar emosi
nyaman berkerunyaman

membiarkan kekacauan
meng-arang terbakar waktu


paduka berduka bermuka murka

Minggu, 08 Februari 2015

Bay angan

Membayangkan apa yang akan terjadi
Seperti yang sudah dilalui orang lain

Semuanya tampak nyata, dan
Akan terjadi seperti bayangan itu

Bayangan memang betul meniru
Yang ditiru tak bisa mengelak

Namun, semirip apapun tiruannya
Perbedaan akan selalu ada

Bayangan masa kini adalah masa lalu
Bayangan masa depan adalah semu

Berlalulah cinta seperti malu
Membayangkan yang dia mau

Bersyukurlah kepada Kasih yang tak berbayang

Jumat, 06 Februari 2015

Membego dalam diam

Lupa sebuah cerita
Susah menjawab

Sudah ingat pun
Masih susah menjawab

Akhirnya diam
Membego

Senyum, ya itu saja yang tersaji
Pada nampan percakapan sore tadi

Habis sudah hari ini

Post title

Post content

Oke
Done!


Selasa, 03 Februari 2015

Blahblahblahbloh

Blablablanlanlablaaaaa

Ga ada ide adalah saat dimana 
Takut idenya sama
Jiper liat ide orang
Gataw mw nyampein apalagi
Gataw mw nyari apa
Ga punya tujuan 
Dan maksain
Kayak tulisan ini

Pemula malu malu walou ga ada pakunya
Kikuk dan blegug

Akh, bercinta sajalahk!

Jumat, 09 Januari 2015

Bulukan


Bercinta dan terluka
Sakit dan dendam
Perang dan damai
Perang lagi dan damai lagi
Bercinta lagi dan terluka lagi
Sakit lagi dan dendam lagi
Dari generasi ke generasi
Basi

Selasa, 06 Januari 2015

Ada yg hilang

Semenjak buang air besar di toilet duduk dengan tuas pembilas air otomatis, 
tak pernah lagi saya melihat kotoran saya berlalu.

Beginikah apa yang dipikirkan oleh pembuat toilet duduk?
"Mengapa saya harus melihat kotoran saya sendiri berlalu, yang sudah biarlah berlalu".

Menurut saya, Melihat kotoran berlalu itu seperti introspeksi terhadap apa yang sudah saya konsumsi. Setiap warna, bentuk dan bau kotoran itu memiliki arti. Jika buang air dengan posisi jongkok, maka otomatis tangan bertumpu di lutut, kepala tak mungkin mendongak, karena bisa kehilangan keseimbangan, hal ini menuntut konsentrasi dan kesadaran yang lebih tinggi.

Yang berlalu tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja jika ingin tau apa yang ingin kita lakukan di masa depan. Pernah suatu ketika saat saya mencoba mencari tahu tentang diri saya sendiri, saya coba bertanya kepada salah satu kakek saya. Beliau kemudian tidak serta merta menjawab pertanyaan saya, beliau hanya menyuruh saya untuk mengambil kertas dan pena. Saat ini saya tiba-tiba terlintas perasaan yang ingin sekali bertanya kepada beliau, mengapa saya harus mengambil kertas dan pena, saya ini sedang bertanya. Pada waktu itu yang terjadi adalah saya hanya menuruti perintah beliau tanpa bertanya apapun.

Kemudian beliau meminta saya membuat dua buah titik yang berjauhan. Setelah saya selesai membuat titik titik itu, beliau melanjutkan untuk kemudian menyuruh saya membuat garis bebas berulang-ulang, baik berputar ataupun corat-coret sekenanya tanpa putus. Menari-narilah sang pena diatas kertas tanpa irama, setelah beberapa saat, beliau menyuruh saya untuk berhenti tetapi dengan tetap menempelkan pena pada kertas, dan disuruh melanjutkan menuju titik yang satu lagi, yang tadi telah dibuat.

Berikutnya beliau bertanya, berapa umur saya, waktu itu saya sedang berumur 24 tahun. "Tulis angka 24 di titik kedua yang barusan menjadi titik akhir garis yang telah dibuat itu, kemudian tulis angka nol pada titik awal" begitulah bunyi lanjutan dari pertanyaan beliau setelah saya jawab. "Sekarang coba kamu kembali ke titik nol dari titik 24 mengikuti garis yang telah dibuat dari titik nol dengan akurat", perintah berikutnya dari beliau. Tentu saja saya mencoba mengulang ke titik nol, namun pada saat ada garis yang bertabrakan, saya bingung memilih jalan garis yang mana yang sebaiknya saya lalui, apakah berbelok, atau tetap lurus, garis lama dan garis baru bertumpangtindih, saya kemudian terdiam. Bagaimana mungkin saya kembali ke titik nol dengan akurat, coretan garis itu begitu jelimet tak karuan, berputar, bertumpangtindih, seperti benang kusut.

"Jika kamu ingin tahu tentang diri kamu sendiri dan mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan kelak di masa depan dalam kehidupanmu itu, kamu harus bisa kembali dulu ke titik nol tadi, mengingat kembali dari usia nol bulan sampai umur 24 tahun" sambil menatap saya berkutat dengan kertas berisi garis tak karuan itu, beliau berbicara kepada saya. Sungguh kepala rasanya penuh, ingin sekali bertanya macam-macam, tetapi pertanyaan yang keluar dari mulut saya adalah, "berapakah umur kakek?" 

Perbincangan berakhir, kakek saya menutup dengan mengatakan bahwa saya beruntung mendapatkan pelajaran ini di usia 24, karena beliau mendapatkan pelajaran itu disaat umurnya jauh lebih tua daripada saya. Semenjak itu saya selalu berusaha mengingat kembali sampai titi nol, dan sampai saat ini titik terjauh yang pernah saya ingat tentang diri saya sendiri adalah saat saya berumur 3-4 tahunan. 

Gara-gara toilet duduk, pelajaran dari kakek saya kembali segar, mungkin saat ini tidak perlu lagi saya meneliti kotoran saya sendiri, karena yang harusnya saya lakukan adalah mengingat untuk selalu memilih dan memilah makanan yang akan saya lahap. Meloncati penelitian tentang diri ke masa dimana kotoran masih berbentuk makanan, baik saat mentah ataupun yang telah matang.

Mengapa kok kenapa

Mengeringkan lebih lama daripada membasahi
Mengisi lebih lama daripada mengosongkan
Membuat lebih lama daripada merusak
Melupakan lebih lama daripada mengingat
Masa depan lebih lama dari masa lalu

Teori relatifitaspun tak berlaku
Masalah lebih banyak daripada solusi

Dan Hari ini, 
Siang lebih lama daripada malam.

Hei pemula, bercinta sajalah yah!

Jumat, 02 Januari 2015

Hei lagi

Rupanya masa lalu menyapaku lagi
Kali ini dia begitu sumringah
Bernyanyi dan berjoget
Elok

Aku terpana memandangnya.
Pernah, itu kata yang terlintas
Pernah begitu ceria sekaligus linglung
Terbawa alunan mendayu nan berlalu

Ingin daya memeluknya rindu
Tapi ya dia masa lalu
Suka begitu
Malu

Aku hanya tersipu
Ingin mengulangi yang lalu itu
Sekali lagi di masa kini
Dibalut logika yang terpenjara

Terjongkok tak berdaya
1 watt pun tak ada
Kamu, hei masa lalu
Sudahlah kau disitu

Kan kubingkai biarlah
Sesekali saja
Walaupun itu berarti
Mati